IndiaCina. Penguasaan Sriwijaya atas Selat Malaka mempunyai. arti penting terhadap perkembangannya sebagai kerajaan maritim sebab. banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan, dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai. pusat perdagangan mendapatkan keuntungan yang besar dari aktivitas. itu.
Mengapa selat malaka mempunyai peranan penting pada masa kerajaan Sriwijaya? Apa peranan selat malaka terhadap perdagangan di nusantara bagi kerajaan maritim pada masa Hindu Budha? Daftar Isi1 Arti Penting Penguasaan Selat Malaka Oleh Kerajaan Alasan Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting Pada Masa Kerajaan Menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Kontribusi besar dalam membangun perdagangan Di sekitar Selat Malaka tumbuh beberapa Daerah di sekitar Selat Malaka memiliki sumber daya yang bervariasi Arti Penting Penguasaan Selat Malaka Oleh Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan besar yang pernah mewarnai sejarah Indonesia. Kerajaan bercorak Buddha ini pernah mencapai masa keemasannya sebagai kerajaan maritim. Salah satu kekuatannya sebagai maritim ini karena Sriwijaya menguasai Selat Malaka. Pertanyaannya, seberapa pentingkah peran atau kontribusi Selat Malaka ke kejayaan Kerajaan Sriwijaya? Alasan Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting Pada Masa Kerajaan Sriwijaya Berikut adalah alasan empat peran penting Selat Malaka ke Kerajaan Sriwijaya. Menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia Apa peranan kerajaan Sriwijaya dan aktivitas perdagangan di selat Malaka? Salah satu peran strategis Selat Malaka adalah menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Bisa juga disebut jalur sutera maritim atau jalur sutera selatan karen menghubungkan negara di Timur Jauh seperti China dan Jepang dengan Timur Tengah, India, Timur Dekat, Eropa dan pesisir timur Benua Afrika. Banyak kapal pedagang melalui Selat Malaka. Posisi ini membuat Selat Malaka menjadi salah satu dari beberapa area tersibuk di dunia. Disinggahi oleh banyak pedagang, peziarah, ahli agama dan duta besar negara. Bahkan bajak laut pun sering mondar-mandir dan berulah di Selat Malaka. Saking terkenalnya sehingga membuat Kerajaan Sriwijaya dikenal oleh kerajaan, kekaisaran dan dinasti besar di dunia. Sebutlah Kekaisaran Romawi, Dinasti Ummayah dari Arab dan Kerajaan Cholamandala dari India. Ironisnya kelak Sriwijaya harus berakhir di tangan Kerajaan Cholamaandala. Kontribusi besar dalam membangun perdagangan dunia. Karena letaknya strategis seperti yang dijelaskan di poin sebelumnya, Selat Malaka menjadi pusat perdagangan dunia. Banyak bahan baku yang menjadi produksi utama dari berbagai negara di seluruh dunia melalui Selat Malaka dan transit di sini dulu. Ketika kapal pedagang transit, tentu mereka sekalian memasarkan barang dagangannya dan tentunya ini membuka hubungan komunikasi yang baru antar pedagang. Selain efek membangun perdagangan dunia, Selat Malaka juga mengajarkan politik perdagangan. Seperti yang kita tahu, ribuan kapal berlayar lewat Selat Malaka. Hilir mudik dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia atau sebaliknya. Entah berapa juta keping emas nilai dari aktivitas perdagangan di Selat Malaka. Ada gula ada semut berarti ada uang ada orang. Sehingga cukup banyak aktivitas politik dari orang-orang yang memiliki kepentingan di Selat Malaka. Sehingga Selat Malaka merupakan salah satu daerah yang paling rentan di dunia karena berpotensi tinggi untuk masuk dalam perseteruan politik dan kerusakan lingkungan. Di sekitar Selat Malaka tumbuh beberapa kerajaan Tiap tahunnya, banyak industri barang dan jasa bernilai entah berapa satuan emas dan perak yang melewati wilayah Selat Malaka. Memang waktu itu Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan berhasil mempengaruhi Semenanjung Malaya. Tapi mungkin masih ada beberapa kerajaan kecil yang tunduk di bawah Sriwijaya. Sehingga banyak kerajaan kecil yang juga mengelola Selat Malaka. Beberapa kerajaan kecil ini tentu menarik para pedagang dan penjelajah untuk melihat keanekaragaman daerah di sekitar Selat Malaka. Daerah di sekitar Selat Malaka memiliki sumber daya yang bervariasi Beberapa wilayah yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka adalah wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan variatif. Lingkungannya pun juga. Wilayah-wilayah ini adalah salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia sehingga dinamakan Sunda hotspot’. Entah itu variasi di hewan atau tumbuhan. Banyak pedagang dan pelaut yang kemari karena selain transit, mereka ingin mencoba surga Asia Tenggara. Baik pemandangan, budaya, kerajaan, sosial, ekosistem hingga kulinernya yang menggoda. Itulah beberapa alasan selat Malaka mempunyai peranan penting pada masa kerajaan sriwijaya. Semoga kamu semakin paham kenapa selat Malaka mempunyai peranan penting pada masa kerajaan sriwijaya ya!

JadilahKerajaan Sriwijaya mampu menguasai jalur perdagangan penting seperti Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Itulah alasan kenapa Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang besar. Untuk belajar lebih lanjut tentang sejarah Kerajaan Sriwijaya, baca artikel berikut: Peninggalan dan Kemunduran Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Kalingga

Tribun Travel Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting pada Masa Kerajaan Sriwijaya? - Mengapa Selat Malaka mempunyai peranan penting pada masa Kerajaan Sriwijaya? Sebelum mengetahui mengapa Selat Malaka mempunyai peranan penting pada masa Kerajaan Sriwijaya, Anda harus tahu bahwa Selat Malaka adalah jalur utama yang menghubungkan antara timur dan barat. Karena menjadi jalur perdagangan internasional pada masa Kerajaan Sriwijaya. Banyak kapal-kapal dagang dari negara lain yang melintas dari berbagai negara ke Indonesia. Lantas, mengapa Selat Malaka mempunyai peranan penting pada masa Kerajaan Sriwijaya? 1. Letak Selat Malaka Dilansir Encyclopaedia Britannica 2015, Selat Malaka merupakan jalur air yang menghubungkan Samudera Hindia dan Laut China Selatan Samudra Pasific. Selat Malaka membentang antara pulau Sumatra di Indonesia sebelah barat dan semenanjung Malaysia dan Thailand bagian selatan. Baca Juga Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting pada Masa Kerajaan Sriwijaya? Baca Juga Apa Penyebab Utama Perdagangan di Kerajaan Sriwijaya Mengalami Kemajuan yang Pesat? Selat Malaka memiliki panjang 500 mil 800 kilometer dan berbentuk corong, dengan lebar hanya 40 mil 65 kilometer di selatan yang melebar ke utara hingga sekitar 155 mil 250 kilometer. Selat Malaka namanya berasal dari pelabuhan dagang Melaka sebelumnya Malaka yang penting di abad ke-16 dan ke-17 di pantai Melayu. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
VOCmenjadikan Makasar sebagai pelabuhan gelap perdagangan rempah-rempah c. Keberadaan VOC yang mengganggu eksistensi perdagangan dan pelayaran Makasar d. Armada militer Kesultanan Makassar yang bentrok dengan kapal-kapal dagang VOC e. Cita-cita Sultan Hasanudin yang ingin menjadikan Makasar pusat kegiatan perdagangan di Nusantara bagian timur 10. Relief kapal di dinding Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah yang menjadi bukti dunia pelayaran di Nusantara pada sekira abad ke-8 dan ke-9/Sumber Wikipedia Untungnya I-Tsing mencatat pengalaman berlayarnya bolak-balik dari Guangzhou sampai India. Sehingga diketahui sebuah negeri bernama Fo-shi, tempat ia mampir dan tinggal selama beberapa tahun di tengah pengembaraannya. Fo-shi adalah nama yang setelah diterjemahkan merujuk pada Sriwijaya. Sang biksu pun menjadi orang pertama yang membuat catatan cukup jelas tentangnya. Hingga seolah kemunculan dan perkembangan pusat keramaian di Sumatra itu muncul begitu tiba-tiba. Pada 671, yaitu ketika I-Tsing tiba di sana, kondisi Sumatra sudah ramai oleh lalulintas kapal. Di sana pun sudah didatangi ribuan biksu yang tengah mendalami ajaran Buddha. Bukanlah kebetulan Sriwijaya muncul sebagai kekuatan maritim yang dominan di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ekonomi dan politik kawasan, ditambah keterampilan penguasa Sriwijaya telah memberi jalan bagi dirinya menuju kejayaan selama beberapa abad. Kedatuan Sriwijaya berkuasa dari 683 sampai kira-kira 1183. Mereka cukup diuntungkan oleh letak geografis dan sumber daya alamnya. Ninie Susanti, arkeolog Universitas Indonesia, menjelaskan letak pantai timur Sumatra begitu strategis. Ini masih ditambah angin musim yang bertiup secara teratur menjadikannya jalur perdagangan penting sejak awal abad Masehi. Jalur ini ada di antara rute Samudra Hindia, Laut Cina Selatan, dan Samudra Pasifik. Pun hasil alamnya yang berupa rempah, kayu cendana, kapur barus, kemenyan, besi, timah, emas telah disebut di dalam kitab-kitab sastra dari India sebagai komoditas yang dicari dalam perdagangan. “Sriwijaya mengeluarkan sekira 100-an prasasti dari timah, pasti karena hasil timahnya yang melimpah,” kata Ninie. Keuntungan itu mereka sadari sembari menjalin hubungan dengan pedagang dari India, Arab, dan Tiongkok. Waktu itu India dan Tiongkok merupakan bagian dari kekuatan dunia. Buntutnya pada abad ke-7 Sriwijaya merebut pos luar wilayah baratdaya Semenanjung Melayu. Ini yang kemudian membuatnya berkuasa atas Selat Malaka. “Sriwijaya menguasai sisi Selat Malaka yang merupakan lalu lintas strategis jalur perdagangan masa lalu,” kata Ninie. Namun, bagaimana awal mula keramaian terbentuk sehingga membuat Sriwijaya berjaya? Nyatanya, uraian tentang pendorong perkembangan Sriwijaya awal itu masih dibatasi sumber-sumber yang tak seberapa banyak. Keterbukaan Jalur Kalau melihat peta, letak Sriwijaya tepat berada di tengah, antara Tiongkok dan Timur Tengah yang jalurnya lewat India. Berdasarkan kronik Tiongkok, hubungannya dengan Sriwijaya baru terjadi pada abad ke-5 M. Harus menunggu berabad-abad sebelum kawasan di lautan selatan ini muncul dalam catatan resmi mereka. Sejarawan Denys Lombard dalam Nusa Jawa 2 Jaringan Asia menyebutkan hubungan wilayah laut selatan dengan Tiongkok menjadi lebih jelas sejak abad ke-3 SM dengan terbentuknya kekaisaran Tiongkok dan dikirimkannya ekspedisi-ekspedisi Kaisar Qin, Shi Huangdi, ke arah Kanton. Setelah kekaisaran pertama itu hancur, kerajaan-kerajaan di selatan mulai bermunculan pada abad ke-3. Catatan yang pasti mengenai Asia Tenggara pun mulai ditulis dalam teks-teks mereka. “Pada abad ke-3 terjalinlah hubungan dengan negeri-negeri Indocina, termasuk Funan,” jelas Lombard. Sejarawan Inggris, Oliver William Wolters, dalam Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII, berpendapat bahwa pembukaan pelabuhan Tiongkok berdampak pada masuknya dan menetapnya pedagang asing di wilayah Asia Tenggara. Ramainya pedagang di pasar laut Asia Tenggara menanggapi faktor-faktor politik di ujung barat dan timur dari rute maritim internasional. Menanggapi itu, Kenneth R. Hall, sejarawan Ball State University, yang banyak meneliti sejarah dan budaya Asia Selatan dan Tenggara sebelum abad ke-15, menyebut uraian Wolters itu membuat seolah daerah yang berada di antaranya tak cukup punya banyak aksi atas terjadinya keramaian ekonomi di wilayah mereka sendiri. Dalam “Local and International Trade and Traders in the Straits of Melaka Region 600-1500” termuat di Journal of the Economic and Social History of the Orient, Hall menyebut pandangan itu mengasumsikan bahwa rute laut tergantung pada pasar di ujung rute, yaitu di Tiongkok, Asia Selatan, dan Timur Tengah. Artinya, peradaban di kedua ujung rute menawarkan potensi komersial yang cukup untuk mendorong terjadinya perdagangan. Sebaliknya, jika pasar di kedua ujungnya ditutup, maka pedagang internasional tidak punya alasan untuk membuat jalur maritim di sana. Artinya kemunculan pusat perdagangan di Asia Tenggara lebih dikarenakan faktor eksternal. “Tinjauan ini gagal untuk mengenali lokalisasi dalam pengembangan pasar dan peradaban di kawasan yang tidak terletak di ujung rute, tetapi di sepanjang jalur rute, dan kapasitas lokal untuk menjadi kreatif,” ujar Hall. Lewat bukti arkeologis diketahui bahwa sejak awal masehi pun Nusantara sudah terhubung dengan perdagangan internasional. Jejaknya berupa sisa-sisa permukiman yang kompleks dari abad ke-3 di atas lahan berawa ditemukan di Situs Air Sugihan, di pantai timur Palembang. Kemungkinan besar penghuninya telah melakukan kontak dengan wilayah luar. Mereka telah berlayar ke Funan. Agustijanto Indrajaya, ketua tim peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Puslit Arkenas menjelaskan bahwa di sana ditemukan manik-manik emas, batu, dan kaca, yang mirip dengan temuan di situs Oc-eo, lembah sungai Mekong. “Situs ini adalah pelabuhan yang masuk wilayah Kerajaan Funan yang berdiri pada awal masehi hingga abad 6,” katanya saat ditemui usai diskusi buku Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya karya Wolters. Tak hanya berhubungan dengan Funan, di kawasan yang diduga pendahulu Sriwijaya itu, ditemukan banyak tinggalan budaya terkait Tiongkok dan India. Seperti tembikar Arikamedu, manik-manik karnelian India Selatan, dan keramik Tiongkok dari Dinasti Sui abad 5-6. “Kita bisa memperkirakan Ko-ying memang di pantai timur. Ternyata dari bukti arkeologisnya ada kesesuaiannya dengan berita Tiongkok abad 3-4,” lanjutnya. Perkiraannya, situs ini dihuni sampai periode akhir Sriwijaya. Agustijanto melihat permukiman di situs inilah yang dalam catatan Tiongkok disebut Ko-ying dan Kan-t’o-li. Menurut Wolters, Ko-ying disebut dalam catatan Wan Chen, gubernur Wu untuk wilayah Tan, yang tak jauh dari Nanking sekarang. Sedangkan Kang T’ai, utusan pemerintahan Wu di Funan, menyebutnya dengan Chia-ying. Kendati sebutan Ko-ying belum diketahui asalnya, catatan keduanya memberikan gambaran bahwa Ko-ying adalah kerajaan di Nusantara bagian barat, setidaknya berdekatan dengan Selat Malaka. Sementara itu, Wolters menyebut Kan-t’o-li sebagai kerajaan dagang yang muncul pada abad ke-5 dan ke-6. Nama ini sering disebut dalam sumber Tiongkok. Ming Shih atau catatan Sejarah Dinasti Ming abad 14 menyebut Kan-t’o-li sebagai nama lama Sriwijaya. “Kan-t’o-li pada abad 5-6 sudah kirim duta ke Tiongkok, menjadi besar masuk ke masa Sriwijaya, makanya disebut itu pendahulu Sriwijaya,” kata Agustijanto. Kesempatan Sriwijaya makin terbuka ketika Funan runtuh akibat serangan kerajaan di Kamboja pada abad ke-7. Selama lima abad sebelumnya, negeri itu adalah penguasa unggul atas laut-laut selatan. Sementara yang menjatuhkannya, kata George Cœdès, sejarawan Prancis, dalam Asia Tenggara Masa Hindu-Buddha, bukanlah kerajaan berbasis kelautan. Rakyatnya sudah bisa hidup makmur dengan hasil pertanian. Maka, kejatuhan Funan pun memberikan kebebasan dan kesempatan bagi pelayaran dan perdagangan di sepanjang perairan Asia Tenggara. Kesempatan ini kemudian digunakanan Sriwijaya untuk menggantikan peran Funan. Hall menyebut selanjutnya perkembangan peradaban di Asia Tenggara dan pasar mereka makin menawarkan alternatif yang menarik bagi pedagang-pedagang asing. Ketersediaan Produk Selain sebagai persinggahan pedagang internasional, Wolters berpendapat kalau wilayah Sumatra berperan penting menyediakan berbagai barang penggati. Barang ini muncul untuk menggantikan barang asli yang lebih mahal. Misalnya getah gaharu, yang mungkin berasal dari Sumatra Utara, dijadikan pengganti dupa. Menurut Wolter, perdagangan dupa melalui laut berlangsung pada abad ke-3 hingga puncaknya pada masa Dinasti Sung, ketika dupa diimpor secara besar-besaran. Maka munculah kesempatan untuk mengganti dupa dengan getah gaharu yang lebih murah harganya. Ada lagi getah kemenyan yang dianggap sebagai pengganti mur di Tiongkok Selatan. Pada sekira abad ke-5 kemenyan Nusantara bagian barat umumnya dinamakan damar atau getah kemenyan. Kemenyan dijadikan pengganti bahan obat pengasapan. Pohon-pohon yang menghasilkan kemenyan dengan jumlah yang besar hanya dijumpai di wilayah-wilayah Asia Tenggara dan Bolivia. Di Indonesia, terdapat jenis yang menghasilkan getah terbaik, yaitu jenis Styrax sumatrana. Jenis ini tumbuh terutama di pedalaman Tapanuli. “Latar belakang perkembangan ini adalah zaman permulaan perdagangan Tiongkok-Indonesia pada abad ke-5, yaitu ketika perdagangan dupa mendorong terjadi perdagangan getah gaharu sebagai pengganti,” jelas Wolters. Baca juga Tujuan Perjalanan I-Tsing, Biksu dari Tiongkok Di sisi lain, Sriwijaya juga mengelola jaringan pasar di pedalaman. Pelabuhan di Selat Malaka yang telah dikuasai Sriwijaya menerima pasokan produk asli dari pedalaman. Berkat itu, pedagang internasional bisa memperoleh produk lokal. Sebagai gantinya mereka meninggalkan komoditas perdagangan mereka sendiri, misalnya tekstil dan keramik. Sriwijaya kemudian menyalurkan permintaan daerah akan komoditas impor itu. Komoditas impor yang biasa diminta daerah pedalaman misalnya besi. Menurut Hall sebagian besar wilayah pedalaman memiliki pasokan besi yang tak memadai. Ada pula tekstil, terutama kapas India yang diproduksi di wilayah Gujarat, India Barat dan di pusat tenun di pantai tenggara India. Lalu ada pula permintaan keramik Cina. Pada masa perkembangan Islam, permintaan batu nisan yang diimpor dari Gujarat juga meningkat. “Pasar Asia Tenggara cukup penting sehingga tekstil India diproduksi dengan spesifikasi Asia Tenggara, misalnya potongan panjang kain ritual produksi penenun Gujarat dengan ukuran dan desain khusus masyarakat Toraja,” jelas Hall. Lengkapnya komoditas dagang di pasar internasional Sriwijaya ini dicatat oleh sumber-sumber Tiongkok. Misalnya dalam catatan Zhao Rugua Chu Ju-kua dari abad ke-13. Disebutkan bahwa di Sriwijaya dapat ditemukan barang-barang seperti kayu gaharu, cengkeh, cendana, mutiara, kemenyan, air mawar, gading gajah, barang-barang dari katun, pisau, pedang, porselen, brokat sutra, kancing sutra, kasa sutra, gula, besi, beras, lengkuas kering, samsu dan kapur barus. Barang-barang itu biasanya dibarter dalam emas atau perak dengan harga yang tetap. “Sebagai contoh, satu tong samsu sama dengan satu tael perak, sepuluh tong sama dengan satu tael emas,” jelas Hall. Berdirinya pusat perdagangan di wilayah perairan Sriwijaya menawarkan kepraktisan. Di sini bisa ditemukan berbagai komoditas paling diminati dari manapun. Makin tersohorlah Sriwijaya. LetakKerajaan Sriwijaya yang ada di Palembang ini berlangsung antara abad ke-7 hingga abad ke-12. Nama Sriwijaya diambil dari Bahasa Sanskerta, Sri berarti “bercahaya, bergemilang” dan Wijaya berarti “kemenangan, kejayaan”. Fakta sejarah menunjukkan jika Kerajaan Sriwijaya adalah pusat penyebaran agama budha di Asia Tenggara karena
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang besar dan pernah mewarnai sejarah di Indonesia. Kerajaan yang bercorak Buddha tersebut sudah pernah mencapai zaman keemasan sebagai sebuah kerajaan maritim. Sebagai kerajaan maritim, salah satu kekuatannya karena Kerajaan Sriwijaya tersebut menguasai Selat Malaka. Oleh karena itu, tentu saja Selat Malaka ini memiliki peranan yang penting di masa Kerajaan Sriwijaya. Alasan Selat Malaka Memiliki Peranan yang Penting di Zaman Kerajaan Sriwijaya 1. Menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik Salah satu peranan strategis dari Selat Malaka yaitu untuk menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dapat pula disebut sebagai jalur sutra selatan atau jalur maritim dikarenakan menghubungkan negara yang ada di Timur Jauh seperti Eropa, Timur Dekat, India, Timur Tengah, serta pesisir timur Benua Afrika. 2. Membuat Kerajaan Sriwijaya Lebih Terkenal Banyak sekali kapal pedagang yang melalui Selat Malaka ini. Posisi tersebut menjadikan Selat Malaka sebagai salah satu area yang tersibuk di dunia. Setiap hari, area tersebut disinggahi oleh peziarah, pedagang, duta besar negara dan ahli agama. Bahkan, bajak laut juga kerap mondar-mandir serta berulah di area Selat Malaka. Saking terkenalnya hingga menjadikan Kerajaan Sriwijaya lebih dikenal oleh kekaisaran, kerajaan, dan dinasti besar yang ada di dunia. Contohnya saja seperti Kerajaan Cholamandala dari India, Dinasti Ummayah dari Arab, dan Kekaisaran Romawi. Sayangnya, kelak Kerajaan Sriwijaya ini berakhir juga di tangan Kerajaan Cholamandala di India. 3. Kontribusi yang Besar Untuk Membangun Perdagangan Dunia Dikarenakan lokasinya yang strategis, maka Selat Malaka merupakan pusat perdagangan dunia. Tersedia berbagai bahan baku yang merupakan produksi utama dari banyak negara yang ada di seluruh dunia melewati Selat Malaka serta transit di sana dahulu. Saat kapal pedagang mulai transit, pastinya mereka sekaligus memasarkan barang dagangan dan tentu saja hal tersebut membuka sebuah hubungan komunikasi baru di antara pedagang. 4. Terdapat Banyak Aktivitas Politik Selat Malaka ternyata juga mengajarkan suatu politik perdagangan. Seperti yang telah diketahui bahwa ribuan kapal berlayar melewati Selat Malaka. Telah ada berjuta-juta keping emas nilai yang berasal dari aktivitas perdagangan yang ada di Selat Malaka. Ada gula ada semut artinya ada uang ada orang, sehingga banyak sekali aktivitas politik yang dilakukan oleh orang –orang yang mempunyai kepentingan di sana. Selain itu, Selat Malaka menjadi salah satu area di dunia yang paling rentan dikarenakan memiliki potensi yang tinggi untuk memasuki ke dalam suatu perseteruan politik serta kerusakan lingkungan. 5. Tumbuh Beberapa Kerajaan di Sekitar Selat Malaka Setiap tahun, banyak industri jasa dan barang bernilai berupa satuan perak dan emas yang melalui kawasan Selat Malaka. Saat itu memang Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang kuat sekali serta berhasil mempengaruhi Semenanjung Malaya. Namun, mungkin masih terdapat beberapa kerajaan kecil yang di bawah dan tunduk ke Sriwijaya. Sehingga, banyak kerajaan kecil yang ikut mengelola Selat Malaka. Tentunya beberapa kerajaan kecil tersebut menarik banyak penjelajah dan pedagang untuk menyaksikan keaneragaman kawasan di sekitaran Selat Malaka. 6. Adanya Sumber Daya yang Bervariasi di Daerah Sekitar Selat Malaka Beberapa daerah yang berbatasan secara langsung dengan Selat Malaka merupakan wilayah yang mempunyai keaneragaman hayati variatif. Beberapa daerah tersebut menjadi salah satu pusat dari keaneragaman hayati di dunia, sehingga disebut sebagai Sunda Hotspot. Baca juga konten terkait di PPPA Kenapa Manusia Harus Melakukan Kegiatan Ekonomi Mengapa Manusia Harus Melakukan Kerjasama Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidupnya Apakah Manusia Harus Melakukan Interaksi Sosial Alasan Berbagai Bentuk Perlawanan Terhadap Belanda Sering Mengalami Kegagalan
Padaakhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Sunda maupun Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Kera jaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India.
Tribun Travel Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting pada Masa Kerajaan Sriwijaya? - Mengapa Selat Malaka mempunyai peranan penting pada masa Kerajaan Sriwijaya? Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Buddha yang didirikan pada abad ke-7 oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kerajaan ini juga dikenal sebagai kerajaan maritim yang banyak memberikan pengaruh di nusantara. Salah satu yang menonjol dari Kerajaan Sriwijaya hingga mencapai kejayaannya adalah berkat sektor maritim. Keberhasilan di bidang maritim dicapai dengan menguasai jalur perdagangan melalui Selat Malaka, Selat Sunda, dan Semenanjung Malaya. Selat Malaka menjadi jalur perdagangan internasional pada masa Kerajaan Sriwijaya. Itulah mengala Selat Malaka memiliki peran sangat penting bagi Kerajaan Sriwijaya. Bahkan, baik bagi Nusantara atau Indonesia dari zaman dulu hingga sekarang, Selat Malaka memiliki peran penting. Apa saja? Baca Juga Inilah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya, Termasuk Candi Muara Takus Baca Juga Kerajaan Sriwijaya Mencapai Puncak Kejayaan pada Masa Pemerintahan Raja Ini, Sriwijaya Sampai Disebut Negara Nasional Pertama di Nusantara Selat Malaka merupakan jalur air yang menghubungkan Samudera Hindia dan Laut China Selatan Samudra Pasific. Selat ini membentang antara pulau Sumatra di Indonesia sebelah barat dan semenanjung Malaysia dan Thailand bagian selatan. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
Palembangsendiri sebagai bekas pusat kerajaan Sriwijaya diceritakan menjadi sarang dari perompak Cina setelah tahun 1377. Peranan Aceh sebagai mitra dagang di Selat Malaka dalam abad XVII
Pada abad ke-7, muncul kerajaan yang berkembang begitu pesat di wilayah Sumatra, yaitu Kerajaan Sriwijaya yang merupakan salah satu kerajaan maritim di Nusantara saat itu. Awalnya Kerajaan Sriwijaya ini muncul setelah munculnya kota-kota perdagangan. Wilayah pantai timur Sumatra merupakan wilayah yang sangat ramai, hal ini dikarenakan wilayah tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan. Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan tepatnya di Sungai Musi, Palembang. Menurut Prasasti Kedukan Bukit, raja Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang, berhasil menaklukkan daerah Minangatamwan yang diperkirakan saat ini adalah daerah Jambi. Letak Sriwijaya yang cukup strategis mendorong interaksi antara Sriwijaya dengan kerajaan di luar Nusantara, seperti kerajaan Nalanda dan kerajaan Chola dari India. Selain dengan India, Sriwijaya juga melakukan hubungan baik dengan pedagang-pedagang dari Tiongkok yang sering singgah. Perluasan daerah kekuasaan ini, mendorong perekonomian kerajaan menjadi maju. Selain Dapunta Hyang, Sriwijaya pernah dipimpin oleh Raja Balaputradewa yang merupakan keturunan Dinasti Syailendra. Di bawah kepemimpinan Balaputradewa, Sriwijaya menjadi kerajaan yang sangat berjaya. Pada abad ke-7 M, kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Bangka, dan Laut Jawa. Seperti yang disebutkan dalam Prasasti Ligor yang ditemukan di Ligor, pangkalan kerajaan Sriwijaya berfungsi untuk mengawasi perdagangan di Selat Malaka. Selat Malaka merupakan kawasan yang sangat strategis karena menghubungkan jalur pelayaran antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan. Hal ini menjadikan Selat Malaka sebagai jalur transportasi perdagangan dunia, sehingga banyak kapal-kapal melintasi dan singgah di Selat Malaka. Banyak para pedagang dari berbagai wilayah khususnya Arab, Persia, India dan Tiongkok yang melakukan bongkar muat barang dagangan di Selat Malaka. Bahkan sejumlah penguasa pada masa Hindu-Buddha jatuh bangun untuk menduduki kawasan pesisir di sekitar perairan ini. Sebagai kerajaan yang sempat menguasai Selat Malaka, hal ini menyebabkan Sriwijaya menjadi pusat perdagangan dan mampu menguasai perdagangan nasional serta internasional. Selain itu sebagai penguasa selat, Kerajaan Sriwijaya juga menarik pajak dari pedagang-pedagang yang melintasi Selat Malaka. Hingga abad ke-8 M, kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan di Asia Tenggara. Oleh karena kekuasaannya yang sangat luas, Sriwijaya menjadi kerajaan maritim terbesar di seluruh Asia Tenggara dengan sektor perdagangannya yang sangat kuat. Berdasarkan penjelasan di atas maka jawabannya adalah sebab selat malaka merupakan kawasan yang sangat strategis karena menghubungkan jalur pelayaran antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan sehingga menjadi jalur transportasi perdagangan dunia.
Berkembangnyasriwijaya sebagai kerajaan meritim disebabkan oleh . * a. letaknya strategis di tepi selat malaka b. rakyat hidup dari perdagangan c. besarnya hasil bumi sriwijaya d. keberhasilan sriwijaya mengalahkan kerajaan-kerajaan sekitarnya Mapel IPS, Jenjang Sekolah Menengah Pertama Jawaban: a. letaknya strategis di tepi selat malaka Penjelasan: Letak
Berikut ini akan dijelaskan tentang terbentuknya jaringan nusantara, terbentuknya jaringan nusantara melalui perdagangan, terbentuknya jaringan keilmuan di nusantara, jaringan nusantara, jaringan perdagangan nusantara, jaringan perdagangan di nusantara, sejarah nusantara, jalur perdagangan nusantara, jalur perdagangan, peta jaringan perdagangan pada masa sriwijaya dan majapahit, jelaskan jalur perdagangan melalui jalur darat, mengapa selat malaka mempunyai peranan penting pada masa kerajaan sriwijaya. Pusat-pusat integrasi Nusantara berlangsung melalui penguasaan laut. Pusat-pusat integrasi itu selanjutnya ditentukan oleh keahlian dan kepedulian terhadap laut, sehingga terjadi perkembangan baru, setidaknya dalam dua hal, yaitu i pertumbuhan jalur perdagangan yang melewati lokasi-lokasi strategis di pinggir pantai, dan ii kemampuan mengendalikan kontrol politik dan militer para penguasa tradisional raja-raja dalam menguasai jalur utama dan pusat-pusat perdagangan di Nusantara. Jadi, prasyarat untuk dapat menguasai jalur dan pusat perdagangan ditentukan oleh dua hal penting yaitu perhatian atau cara pandang, dan kemampuan menguasai lautan. Jalur-jalur perdagangan yang berkembang di Nusantara sangat ditentukan oleh kepentingan ekonomi pada saat itu dan perkembangan rute perdagangan dalam setiap masa yang berbeda-beda. Jika pada masa praaksara hegemoni budaya dominan datang dari pendukung budaya Austronesia di Asia Tenggara Daratan, maka pada masa perkembangan Hindu-Buddha di Nusantara terdapat dua kekuatan peradaban besar, yaitu Cina di utara dan India di bagian barat daya. Keduanya merupakan dua kekuatan super power pada masanya dan mempunyai pengaruh amat besar terhadap penduduk di Kepulauan Indonesia. Bagaimanapun, peralihan rute perdagangan dunia ini telah membawa berkah tersendiri bagi masyarakat dan suku bangsa di Nusantara. Mereka secara langsung terintegrasi ke dalam jaringan perdagangan dunia pada masa itu. Selat Malaka menjadi penting sebagai pintu gerbang yang menghubungkan antara pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India. Pada masa itu, Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan bagi pedagang yang melintasi bandar-bandar penting di sekitar Samudra Indonesia dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalan laut yang menghubungkan Arab dan India di sebelah barat laut Nusantara, dan dengan Cina di sebelah timur laut Nusantara. Jalur ini merupakan pintu gerbang pelayaran yang dikenal dengan nama “jalur sutra”. Penamaan ini digunakan sejak abad ke-1 M hingga abad ke-16 M, dengan komoditas kain sutera yang dibawa dari Cina untuk diperdagangkan di wilayah lain. Ramainya rute pelayaran ini mendorong timbulnya bandar-bandar penting di sekitar jalur, antara lain Samudra Pasai, Malaka, dan Kota Cina Sumatra Utara sekarang. Pelayaran dan Perdagangan internasional melalui Selat Malaka Kehidupan penduduk di sepanjang Selat Malaka menjadi lebih sejahtera oleh proses integrasi perdagangan dunia yang melalui jalur laut tersebut. Mereka menjadi lebih terbuka secara sosial ekonomi untuk menjalin hubungan niaga dengan pedagang-pedagang asing yang melewati jalur itu. Di samping itu, masyarakat setempat juga semakin terbuka oleh pengaruh-pengaruh budaya luar. Kebudayaan India dan Cina ketika itu jelas sangat berpengaruh terhadap masyarakat di sekitar Selat Malaka. Bahkan sampai saat ini pengaruh budaya terutama India masih dapat kita jumpai pada masyarakat sekitar Selat Malaka. Selama masa Hindu-Buddha di samping kian terbukanya jalur niaga Selat Malaka dengan perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan dan budaya antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang pesat terutama karena terhubung oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan Maluku. Mereka secara tidak langsung juga terintegrasikan dengan jaringan ekonomi dunia yang berpusat di sekitar Selat Malaka, dan sebagian di pantai barat Sumatra seperti Barus. Komoditas penting yang menjadi barang perdagangan pada saat itu adalah rempah-rempah, seperti kayu manis, cengkih, dan pala. Pertumbuhan jaringan dagang internasional dan antarpulau telah melahirkan kekuatan politik baru di Nusantara. Peta politik di Jawa dan Sumatra abad ke-7, seperti ditunjukkan oleh Hall, bersumber dari catatan pengunjung Cina yang datang ke Sumatra. Dua negara di Sumatra disebutkan, Mo-lo-yeu Melayu di pantai timur, tepatnya di Jambi sekarang di muara Sungai Batanghari. Agak ke selatan dari itu terdapat Che-li-fo-che, pengucapan cara Cina untuk kata bahasa sanskerta, Sriwijaya. Di Jawa terdapat tiga kerajaan utama, yaitu di ujung barat Jawa, terdapat Tarumanegara, dengan rajanya yang terkemuka Purnawarman, di Jawa bagian tengah ada Ho-ling Kalingga, dan di Jawa bagian timur ada Singhasari dan Majapahit. Selama periode Hindhu-Buddha, kekuatan besar Nusantara yang memiliki kekuatan integrasi secara politik, sejauh ini dihubungkan dengan kebesaran Kerajaan Sriwijaya, Singhasari, dan Majapahit. Kekuatan integrasi secara politik di sini maksudnya adalah kemampuan kerajaan-kerajaan tradisional tersebut dalam menguasai wilayah-wilayah yang luas di Nusantara di bawah kontrol politik secara longgar dan menempatkan wilayah kekuasaannya itu sebagai kesatuan-kesatuan politik di bawah pengawasan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Dengan demikian pengintegrasian antarpulau secara lambat laun mulai terbentuk. Kerajaan utama yang disebutkan di atas berkembang dalam periode yang berbeda-beda. Kekuasaan mereka mampu mengontrol sejumlah wilayah Nusantara melalui berbagai bentuk media. Selain dengan kekuatan dagang, politik, juga kekuatan budayanya, termasuk bahasa. Interelasi antara aspek-aspek kekuatan tersebut yang membuat mereka berhasil mengintegrasikan Nusantara dalam pelukan kekuasaannya. Kerajaan-kerajaan tersebut berkembang menjadi kerajaan besar yang menjadi representasi pusatpusat kekuasaan yang kuat dan mengontrol kerajaan-kerajaan yang lebih kecil di Nusantara. Hubungan pusat dan daerah hanya dapat berlangsung dalam bentuk hubungan hak dan kewajiban yang saling menguntungkan mutual benefit. Keuntungan yang diperoleh dari pusat kekuasaan antara lain, berupa pengakuan simbolik seperti kesetiaan dan pembayaran upeti berupa barang-barang yang digunakan untuk kepentingan kerajaan, serta barang-barang yang dapat diperdagangkan dalam jaringan perdagangan internasional. Sebaliknya kerajaan-kerajaan kecil memperoleh perlindungan dan rasa aman, sekaligus kebanggaan atas hubungan tersebut. Jika pusat kekuasaan sudah tidak memiliki kemampuan dalam mengontrol dan melindungi daerah bawahannya, maka sering terjadi pembangkangan dan sejak itu kerajaan besar terancam disintegrasi. Kerajaan-kerajaan kecil lalu melepaskan diri dari ikatan politik dengan kerajaan-kerajaan besar lama dan beralih loyalitasnya dengan kerajaan lain yang memiliki kemampuan mengontrol dan lebih bisa melindungi kepentingan mereka. Sejarah Indonesia masa Hindu- Buddha ditandai oleh proses integrasi dan disintegrasi semacam itu. Namun secara keseluruhan proses integrasi yang lambat laun itu kian mantap dan kuat, sehingga kian mengukuhkan Nusantara sebagai negeri kepulauan yang dipersatukan oleh kekuatan politik dan perdagangan.
.
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/252
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/95
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/46
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/62
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/31
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/65
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/106
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/219
  • yoqz6ncaxp.pages.dev/91
  • jelaskan peranan kerajaan sriwijaya dan aktivitas perdagangan di selat malaka